Minggu, 21 April 2013

Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya.


       Relung ekologi suatu individu atau populasi hewan adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi – adaptasi fisiologisnya, struktural dan pola perilakunya (Sukarsono, 2012). Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya. Konservasi merupakan usaha menjaga, melindungi dan melestarikan hewan langka yang hampir punah maupun sudah punah. Sebelum kita melakukan observasi kita harus mengetahui faktor abiotik dan faktor biotik dahulu. Serta kita harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan kita lindungi tersebut terutama kita harus mengetahui dan mempelajari tentang relung hewan yang akan kita konservasi agar kita dapat melestarikannya dengan baik. Manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi adalah mempermudah konservasi hewan langka, sebab kita sudah mengetahui tentang relung hewan langka tersebut. Relung ekologi yang merupakan suatu pola atau perilaku hewan terhadap lingkungannya. Di dalam sebuah konservasi hewan langka terdapat beberapa spesies yang hidup bersamaan. Relung digunakan spesies untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berupa makanan, dan pertumbuhan perkembangan.
Salah satu contoh hewan langka yang sekarang dilindungi pemerintah yang menjadi konservasi saat ini adalah bekantan atau monyet hidung panjang. Supaya mempermudah dalam pelestarian kita harus mengetahui relung serta habitatnya yaitu antara lain di pohon sekitar tepi sungai, di sepanjang tepi sungai hutan mangrove, tepian sungai, dan hutan rawa gambut. Hidup berkelompok di sekitar sumber makanannya, yang berupa dedaunan dan buah-buahan. Bekantan dapat ditemukan di sepanjang sungai di bagian barat dataran rendah. Bekantan (monyet hidung panjang) ini kondisinya terancam punah.
Karena apabila habitat suatu konservasi hewan langka terganggu maka hewan langka akan semakin punah.
Habitat bekantan di hutan mangrove riverine memiliki ciri-ciri keragaman jenis pohon yang rendah namun kerapatannya tinggi, dan terdapat jenis pohon yang sangat dominan, yaitu R. apiculata yang menjadi sumber pakan pokok (71,9%) dalam komposisi pakan bekantan. Di hutan mangrove, aktivitas bekantan di tepi sungai dapat berlangsung dari subuh pagi hari hingga pukul 07.45, seperti makan daun Avicennia officinalis atau Rhizophora apiculata di sekitar pohon tidurnya. Bila bergerak lebih awal, bekantan dapat mencapai radius 400 m dari tepi sungai. Pada umumnya pukul 07.00, bekantan sudah ada pada posisi 100 m dari tepi sungai. Selama aktivitas harian berlang sung, kelompok bekantan dapat terbagi menjadi 2-3 sub kelompok. Pola pergerakan, bentuk, dan luas ruang pengembaraan primata pada umumnya berhubungan erat dengan penyebaran dan jumlah sumber pakan Bekantan tidur di atas pohon A. officinalis dan Rizophora apiculata yang posisinya terletak antara 0-50 m dari tepi sungai. Pohon yang dipilih sebagai tempat tidur, selain dekat tepi sungai, juga mempunyai tajuk yang lebar dengan sejumlah percabangan yang mendatar. Kondisi ini diperlukan agar posisi tubuh sewaktu istirahat atau tidur ada dalam keseimbangan. Pohon yang lebih dekat ke tepi sungai yang digunakan untuk bermalam umumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 10-15 m. Bekantan memakan dan menyukai sumber pakan yang justru memiliki kadar tanin tinggi.
Sumber:
Atmoko, dkk. 2008. Kondisi habitat dan penyebaran bekantan (Nasalis larvatus wurmb). Jurnal Penelitian. Balikpapan
Bismark, M. 2002. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Departemen Kehutanan. Bogor
Sukarsono.2012.Ekologi Hewan. UMM press : Malang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar