Relung ekologi suatu individu atau populasi hewan
adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan
dengan adaptasi – adaptasi fisiologisnya, struktural dan pola perilakunya
(Sukarsono, 2012). Relung (niche) menunjukkan
peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung yaitu
posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu.
Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh
berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi
organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme
dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat.
Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam
satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari
organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif
persaingannya. Konservasi merupakan usaha menjaga, melindungi dan melestarikan
hewan langka yang hampir punah maupun sudah punah. Sebelum kita melakukan
observasi kita harus mengetahui faktor abiotik dan faktor biotik dahulu. Serta
kita harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan kita
lindungi tersebut terutama kita harus mengetahui dan mempelajari tentang relung
hewan yang akan kita konservasi agar kita dapat melestarikannya dengan baik. Manfaat
pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi adalah mempermudah
konservasi hewan langka, sebab kita sudah mengetahui tentang relung hewan
langka tersebut. Relung ekologi yang merupakan suatu pola atau perilaku hewan
terhadap lingkungannya. Di dalam sebuah konservasi hewan langka terdapat
beberapa spesies yang hidup bersamaan. Relung digunakan spesies untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya berupa makanan, dan pertumbuhan perkembangan.
Salah satu contoh hewan langka
yang sekarang dilindungi pemerintah yang menjadi konservasi saat ini adalah
bekantan atau monyet hidung panjang. Supaya mempermudah dalam pelestarian kita
harus mengetahui relung serta habitatnya yaitu antara lain di
pohon sekitar tepi sungai, di
sepanjang tepi sungai hutan mangrove, tepian sungai, dan hutan rawa gambut.
Hidup berkelompok di sekitar sumber makanannya, yang berupa dedaunan dan
buah-buahan. Bekantan dapat ditemukan di sepanjang sungai di bagian barat
dataran rendah. Bekantan (monyet hidung panjang) ini kondisinya terancam
punah.
Karena apabila habitat suatu
konservasi hewan langka terganggu maka hewan langka akan semakin punah.
Habitat bekantan di hutan
mangrove riverine memiliki ciri-ciri keragaman jenis pohon yang rendah
namun kerapatannya tinggi, dan terdapat jenis pohon yang sangat dominan, yaitu R.
apiculata yang menjadi sumber pakan pokok (71,9%) dalam komposisi pakan
bekantan. Di hutan mangrove, aktivitas bekantan di
tepi sungai dapat berlangsung dari
subuh pagi hari hingga pukul 07.45, seperti makan daun Avicennia officinalis atau
Rhizophora apiculata di sekitar pohon tidurnya. Bila bergerak lebih awal,
bekantan dapat mencapai radius 400 m dari tepi sungai. Pada umumnya
pukul 07.00, bekantan sudah ada pada posisi 100 m dari tepi sungai.
Selama aktivitas harian berlang sung, kelompok bekantan dapat terbagi menjadi
2-3 sub kelompok. Pola pergerakan, bentuk, dan luas ruang pengembaraan
primata pada umumnya berhubungan erat dengan penyebaran dan jumlah sumber
pakan Bekantan
tidur di atas pohon A. officinalis dan Rizophora apiculata yang posisinya terletak
antara 0-50 m dari tepi sungai. Pohon yang dipilih sebagai tempat tidur,
selain dekat tepi sungai, juga mempunyai tajuk yang lebar dengan sejumlah
percabangan yang mendatar. Kondisi ini diperlukan agar posisi tubuh
sewaktu istirahat atau tidur ada dalam keseimbangan. Pohon yang lebih dekat
ke tepi sungai yang digunakan untuk bermalam umumnya tidak terlalu
tinggi, yaitu 10-15 m. Bekantan memakan dan menyukai
sumber pakan yang justru memiliki kadar tanin tinggi.
Sumber:
Atmoko, dkk. 2008. Kondisi habitat
dan penyebaran bekantan (Nasalis larvatus
wurmb). Jurnal Penelitian. Balikpapan
Bismark, M.
2002. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis
larvatus). Departemen Kehutanan. Bogor
Sukarsono.2012.Ekologi Hewan. UMM press : Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar