Jumat, 10 Mei 2013

Aktifitas Angsa Putih di Kawasan Danau Kampus 3 UMM

   

       Angsa merupakan burung air yang memiliki leher panjang dan bisa terbang. Pada foto-foto tersebut merupakan hasil dokumentasi dari aktivitas angsa putih yang kerap kali dirutini setiap hari. Begitulah kurang lebih dokumentasi aktivitas yang dilakukan oleh angsa-angsa putih yang dipelihara di kawasan danau kampus 3 UMM.

Minggu, 21 April 2013

Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.


Kasus peledakan ulat bulu di Probolinggo dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik ang dapat memicu peningkatan ulat bulu di Probolinggo. Suhu yang berfluktuasi, dan suhu lingkungan yang melebihi batas toleransi suhu minimum lingkungannya untuk pertumbuhannya, sehingga tumbuhnya populasi ulat bulu dengan waktu yang cepat yang menyebabkan populasi pertumbuhan yang meningkat terus-menerus.  Musim hujan yang panjang, debu vulkanik, penanaman mangga menuju satu varietas (manalagi), program hutan produksi, dan penggunaan input kimia diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya ledakan populasi ulat bulu di Probolinggo.
Adanya keterkaitan antara suhu lingkungan dengan waktu tumbuh dan berkembangnya hewan ektothermal disebut sebagai konsep waktu suhu atau waktu fisiologis. Hewan ektothermal disebut juga hewan poikiloterm. Untuk pertumbuhannya, hewan ektothermal memerlukan kombinasi antara faktor waktu dan faktor suhu lingkungan. Hewan ektothermal tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya dibawah batas suhu minimum kendatipun diberikan waktu yang cukup lama. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, hewan ektothermal memerlukan suhu lingkungan di atas batas suhu minimumnya maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang. Begitu pula sebaliknya.
Ledakan ulat bulu di Probolinggo telah dikaji melalui pengujian di laboratorium dan observasi di lapangan. Musim hujan yang panjang, debu vulkanik, penanaman mangga yang menuju satu jenis, yakni manalagi, program hutan produksi, dan penggunaan input agrokimia ditengarai menjadi penyebab utama menurunnya keanekaragaman hayati pada agroekosistem tanaman mangga sehingga menimbulkan ledakan populasi A. submarginata. Kekacauan populasi pascamigrasi A.submarginata dari pertanaman teh dan kemampuan adaptasinya yang tinggi pada tanaman mangga menyebabkan terjadinya peningkatan populasi ulat bulu pada tanaman mangga. Faktor pemicu utama ledakan populasi ulat bulu adalah perubahan ekosistem yang ekstrem pada agroekosistem mangga. Perubahan tersebut dipicu oleh beberapa hal, yakni musim hujan yang panjang pada tahun 2010−2011 yang menyebabkan kenaikan kelembapan udara. Suhu yang berfluktuasi berdampak terhadap iklim mikro yang mendukung perkembangan ulat bulu. Abu vulkanik akibat letusan Gunung Bromo, penanaman hanya satu varietas mangga, peralihan fungsi hutan menjadi hutan produksi, dan penggunaan input kimia seperti pestisida dan pupuk ikut menjadi pemicu ledakan populasi ulat bulu. Tanaman mangga sebetulnya membutuhkan kehadiran serangga herbivora untuk meningkatkan suhu mikro untuk pertumbuhan tunas baru dan merangsang pembungaan. Daun-daun tanaman mangga yang dimakan serangga akan meningkatkan suhu mikro.
Sumber:

Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!


Parasit serangga berkembang di dalam atau di luar individu serangga inang atau pada telur suatu inang. Istilah parasitoid sering digunakan untuk parasit pada serangga dikarenakan cukup berbeda dari parasit yang sebenarnya untuk memberikan kekhususan. Berikut adalah ciri khusus parasitoid, antara lain selama perkembangan suatu individu parasitoid merusak individu inang, inang biasanya pada tingkat taksonomi class yang sama, parasitoid pada umumnya ukurannya hampir sama dengan inangnya, bersifat parasit pada saat larva saja; dewasanya hidup bebas, tidak memperlihatkan heterocism (hidup dalam satu spesies inang dan spesies lainnya), dan aksinya menyerupai predator yang lebih dari parasit sesungguhnya dalam dinamika populasi hama. Pengendalian alami adalah pengendalian populasi makhluk hidup di alam karena tekanan faktor lingkungan biotik dan abiotik. Di dalam pengendalian alami tidak ada peran aktif manusia. Musuh alami di dalam pengendalian hayati terdiri atas pemangsa, parasitoid, dan patogen. Pemangsa adalah serangga atau hewan pemakan serangga yang selama masa hidupnya banyak memakan mangsa. Parasitoid adalah serangga yang meletakkan telurnya pada permukaan atau di dalam tubuh serangga lain yang menjadi inang atau mangsanya. Ketika telur parasitoid menetas, larva parasitoid akan memakan inang dan membunuhnya.
Aplikasi konsep interaksi populasi khususnya parasitisme dan parasitoidisme dalam pengendalian biologis dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah parasitoid yang sedang mengalami pertumbuhan membutuhkan populasi lain yang akan menjadi inangnya. Sedangkan dampak negatifnya adalah ketika telur parasitoid menetas, larva parasitoid akan memakan inangnya sendiri dan membunuhnya. Sama halnya dengan parasit yang berkembang di dalam atau di luar individu inangnya atau pada telur suatu inang untuk proses tumbuh kembangnya. Pola interaksi yang terjadi secara alamiah karena ada hubungan dalam rantai makan, dan keterlibatan populasi yang satu terhadap yang lain merupakan hubungan langsung dan menghambat pertumbuhan populasi lainnya.
Sumber:

Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!


Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran).
Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu.
Pengetahuan fekunditas merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup hewan  dimana fekunditas berkaitan erat dengan studi dinamika populasi, produksi serta  stock recruitment. Nilai IGS tersebut akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadinya pemijahan. Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi hewan langka bergantung pada keberhasilan pemijahan. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup hewan langka maka diperlukan pengawasan dari pemerintah agar hewan langka tidak punah dan tidak membiarkan perburuan liar yang mengakibatkan hewan langka punah bisa juga membuka konservasi perlindungan hewan-hewan langka.
Badak Jawa dan Jalak Bali bersifat endemic dan merupakan spesies langka yang terancam kepunahan. Kategorisasi status spesies dengan memperhitungkan dua aspek tersebut sangat penting terutama dalam menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah.
Sumber:

Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!


Nilai sikap dan karakter yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep ekologi hewan adalah menumbuhkan rasa suka terhadap berbagai jenis hewan, rasa kasih sayang terhadap hewan, memotivasi siswa untuk memiliki rasa ingin tau terhadap berbagai jenis hewan-hewan langka yang terdapat di Indonesia, serta mengajak siswa untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan hewan-hewan terutama hewan yang sudah terancam kepunahannya. Dengan menumbuhkan nilai sikap dan karakter kepada siswa untuk belajar konsep ekologi hewan diharapkan siswa dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari lingkungan, perilaku hewan, dan berbagai konsep ekologi hewan.
Contohnya adalah kita menumbuhkan rasa suka, kasih sayang kepada siswa terhadap hewan badak. Menjelaskan habitat, makanan, apapun yang berkaitan dengan badak. Selanjutnya kita mengajak siswa untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan hewan badak.

Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

Jenis hewan yang dapat digunakan untuk monitoring kondisi lingkungan adalah lintah (Hirudo medicinalis). Lintah (Hirudo medicinalis) dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan perairan tawar. Lintah merupakan organisme yang masih dapat ditemukan pada lingkungan yang tercemar, sehingga termasuk ke dalam organisme toleran. lintah (Hirudo medicinalis) mempunyai habitat yang relatif tetap. Dengan sifatnya yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kelimpahannya. Hal ini baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena lintah selalu mengadakan kontak langsung dengan limbah yang masuk ke habitatnya.  Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu karena lintah (Hirudo medicinalis) terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah.
           Prinsip:
Beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk menggunakan suatu jenis organisme sebagai bioindikator adalah
           1) Secara taksonomi telah stabil dan cukup diketahui.
           2) Sejarah alamiahnya diketahui
           3) Siap dan mudah disurvei dan dimanipulasi
           4) Taksa yang lebih tinggi terdistribusi secara luas pada berbagai tipe habitat
5) Taksa yang lebih rendah spesialis dan sensitif terhadap perubahan habitat.
6) Pola keanekaragaman mengambarkan atau terkait dengan taksa lainnya yang berkerabat atau tidak.
          7) Memiliki potensi ekonomi yang penting.
              Makroinvertebrata khususnya lintah lebih banyak dipakai dalam pemantauan kualitas air karena memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
1) Sifat hidupnya yang relatif menetap/tidak berpindah-pindah, meskipun kualitas air tidak mengalami perubahan.
2) Dapat dijumpai pada beberapa zona habitat akuatik, dengan berbagai kondisi kualitas air.
3) Masa hidupnya cukup lama, sehingga keberadaannya memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan di sekitarnya
4) Terdiri atas beberapa jenis yang memberi respon berbeda terhadap kualitas air.
5) Relatif lebih mudah untuk dikenali dibandingkan dengan jenis mikroorganisme.
6) Mudah dalam pengumpulan/pengambilannya, karena hanya dibuthkan alat yang sederhana yang dapat dibuat sendiri.
           Praktik pemanfaataannya:
Dalam monitoring kondisi lingkungan digunakan indikator hewan jenis lintah dengan salah satu metode adalah Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon (BMWP-ASPT) yang dikembangkan di Inggris. Sistem tersebut mengelompokkan atau membagi biota bentuk menjadi 10 tingkatan berdasarkan kemampuannya dalam merespon cemaran di habitatnya. Pengelompokkan biota didasarkan atas kelimpahan jenis tertinggi yang dijumpai padat ingkat kualitas air tertentu. Atas dasar tersebut kualitas air sungai dapat dibagi menjadi 6 kelas tingkat cemaran. Enam kelas tingkatan adalah tidak tercemar, tercemar ringan, tercemar sedang, tercemar, tercemar agak berat, dan sangat tercemar. Nilai indeks biotik dapat diperoleh dengan cara merata-ratakan seluruh jumlah nilai skoring dari masing-masing kelompok biota yang diperoleh di perairan air tawar. Nilai indeks akan berkisar antara 0-10 dan sangat bervariasi bergantung pada musim. Semakin tinggi nilai yang diperoleh akan semakin rendah tingkat cemaran yang ada. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode  BMWP-ASPT, bahwa lintah (Hirudo medicinalis) sebagai makrozoobentos indikator (bioindikator) pada lingkungan perairan air tawar yang sudah tercemar.
           Sumber:
Lestari. 2010. Bioassessment Kualitas Air Sungai Rejoso Di Kecamatan Rejoso Pasuruan Dengan Makroinvertebrata. Jurnal Penelitian. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya

Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya.


       Relung ekologi suatu individu atau populasi hewan adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi – adaptasi fisiologisnya, struktural dan pola perilakunya (Sukarsono, 2012). Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya. Konservasi merupakan usaha menjaga, melindungi dan melestarikan hewan langka yang hampir punah maupun sudah punah. Sebelum kita melakukan observasi kita harus mengetahui faktor abiotik dan faktor biotik dahulu. Serta kita harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan kita lindungi tersebut terutama kita harus mengetahui dan mempelajari tentang relung hewan yang akan kita konservasi agar kita dapat melestarikannya dengan baik. Manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi adalah mempermudah konservasi hewan langka, sebab kita sudah mengetahui tentang relung hewan langka tersebut. Relung ekologi yang merupakan suatu pola atau perilaku hewan terhadap lingkungannya. Di dalam sebuah konservasi hewan langka terdapat beberapa spesies yang hidup bersamaan. Relung digunakan spesies untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berupa makanan, dan pertumbuhan perkembangan.
Salah satu contoh hewan langka yang sekarang dilindungi pemerintah yang menjadi konservasi saat ini adalah bekantan atau monyet hidung panjang. Supaya mempermudah dalam pelestarian kita harus mengetahui relung serta habitatnya yaitu antara lain di pohon sekitar tepi sungai, di sepanjang tepi sungai hutan mangrove, tepian sungai, dan hutan rawa gambut. Hidup berkelompok di sekitar sumber makanannya, yang berupa dedaunan dan buah-buahan. Bekantan dapat ditemukan di sepanjang sungai di bagian barat dataran rendah. Bekantan (monyet hidung panjang) ini kondisinya terancam punah.
Karena apabila habitat suatu konservasi hewan langka terganggu maka hewan langka akan semakin punah.
Habitat bekantan di hutan mangrove riverine memiliki ciri-ciri keragaman jenis pohon yang rendah namun kerapatannya tinggi, dan terdapat jenis pohon yang sangat dominan, yaitu R. apiculata yang menjadi sumber pakan pokok (71,9%) dalam komposisi pakan bekantan. Di hutan mangrove, aktivitas bekantan di tepi sungai dapat berlangsung dari subuh pagi hari hingga pukul 07.45, seperti makan daun Avicennia officinalis atau Rhizophora apiculata di sekitar pohon tidurnya. Bila bergerak lebih awal, bekantan dapat mencapai radius 400 m dari tepi sungai. Pada umumnya pukul 07.00, bekantan sudah ada pada posisi 100 m dari tepi sungai. Selama aktivitas harian berlang sung, kelompok bekantan dapat terbagi menjadi 2-3 sub kelompok. Pola pergerakan, bentuk, dan luas ruang pengembaraan primata pada umumnya berhubungan erat dengan penyebaran dan jumlah sumber pakan Bekantan tidur di atas pohon A. officinalis dan Rizophora apiculata yang posisinya terletak antara 0-50 m dari tepi sungai. Pohon yang dipilih sebagai tempat tidur, selain dekat tepi sungai, juga mempunyai tajuk yang lebar dengan sejumlah percabangan yang mendatar. Kondisi ini diperlukan agar posisi tubuh sewaktu istirahat atau tidur ada dalam keseimbangan. Pohon yang lebih dekat ke tepi sungai yang digunakan untuk bermalam umumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 10-15 m. Bekantan memakan dan menyukai sumber pakan yang justru memiliki kadar tanin tinggi.
Sumber:
Atmoko, dkk. 2008. Kondisi habitat dan penyebaran bekantan (Nasalis larvatus wurmb). Jurnal Penelitian. Balikpapan
Bismark, M. 2002. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Departemen Kehutanan. Bogor
Sukarsono.2012.Ekologi Hewan. UMM press : Malang